Mengadu Nasib di Negeri Orang Tidak Selalu Seindah yang Dibayangkan

Saya bukan BMI (Buruh Migran Indonesia), tetapi saya termasuk pengamat BMI. Pengamat-pengamatan lho ya. Hehehehe.... 

Ada beberapa group BMI yang saya ikuti. Saya ingin mengetahui apa sebenarnya kisah dan cerita suka duka para BMI itu. Dengan memasuki group-group itu saya yakin saya akan dapat informasi banyak tentang BMI.

Rasa penasaran saya muncul ketika banyak kawan Facebook saya yang merupakan BMI. Banyak yang masih berstatus lajang, banyak yang berstatus janda, dan banyak juga yang berstatus punya keluarga. Tetapi karena tuntuntan kebutuhan keluarga mereka rela pergi ke luar negeri, sebab mencari penghidupan yang layak di dalam negeri sangat kesulitan, terlebih dengan latar belakang yang banyak SMA ke bawah.

Hongkong, Singapura, dan Taiwan adalah negara-negara favorit tujuan para BMI. Selain gaji lebih besar, di negara-negara itu cenderung lebih bebas dibandingkan dengan negara-negara Timur Tengah maupun Malaysia.

Sebagian temanku senang curhat di Facebook, apapun masalahnya. Dan curhatnya itu dimanfaatkan oleh manusia-manusia tidak bertangungjawab, mengatas namakan cinta kemudian ngeret. Banyak sudah cerita dikuras hasil jerih payahnya akibat "cinta" dunia maya. Ada yang puluhan juta melayang ditipu dengan mengatasnamakan cinta dunia maya, ada yang dimintai mengirimi pulsa, ada yang modus meminjam uang dan tidak dikembalikan, dan lain sebagainya.

Ada lagi yang bercerita pada saya bahwa suaminya di rumah malah main serong, selingkuh. Uang dikirim ke rumah malah habis untuk bermain judi dan main perempuan. Padahal tujuannya adalah untuk perbaikan perekonomian keluarga. Siapa yang salah?

Tanggal 1 Oktober 2014, di berandaku tiba-tiba lewat foto seorang perempuan, BMI asal Bengkulu yang bekerja di Taiwan, dengan tiga background yang berbeda. Rima Hayani Manna Bengkulu nama akun Facebooknya, yang telah memposting fotonya di Group Suara HK, membuatku terhenyak. Sebuah pemandangan yang kontras dibandingkan dengan teman-temanku BMI lain yang biasanya memposting foto-foto diri dengan pakaian nyentrik dan tampil cantik-cantik. Tetapi Rima Hayani memposting tiga foto dirinya sedang mengenakan pakai tukang parkir, sedang membawa rumput atau dedaunan untuk pakan ternak, dan sedang memikul karung.

Di dalam posting itu ada pertanyaan yang benar-benar membuatku tersentuh, "Aku ingin mendengar cerita dari swara hong kong,.di hongkong ada gk yg di pekerjakan sprt ini".

Di Taiwan, yang bayangkanku sebuah negara dengan kota dan gedung-gedung megah, di mana para pembantunya yang banyak berasal dari Indonesia tampilan bersih, necis, dan gaji besar, ternyata ada yang di sana tak ubahnya bekerja di kampung halamannya, bahkan lebih, karena ia jadi tukang ngarit, jadi tukang parkir, dan mungkin pekerjaan rumah tangga. Sebuah kisah yang membuatku merinding. 

Demi keluarga, demi kehidupan perekonomian yang lebih baik, ia dan para BMI lain rela jauh dari keluarga, rela melakukan apapun asal halal dan mendapatkan uang demi keluarga, demi masa depan keluarga. Mereka rela jauh dari keluarga, dengan resiko yang sangat besar. Bayangkan jika mereka sakit, betapa mereka menangis batin. Bayangkan jika terjadi resiko apa-apa, mereka jauh dari keluarga. 

Sementara di Indonesia sendiri, keluarga yang ditinggalkan, banyak suami yang diharapkan bisa membantu yang pasangannya yang sedang berjuang di negeri antah berantah dengan mengelola kiriman uang dengan baik tetapi malah digunakan untuk berjudi, mabuk-mabukan,, main perempuan. Mungkin juga ada yang istrinya ditinggal mencari penghidupan hingga jauh ke negeri orang dengan segala resiko, tetapi ia enak indehoi dengan laki-laki lain.

Postingan Rima Hayani benar-benar membuatku terhenyak dan membuatu ingin menulisnya di sini. Saya berharap besar, siapapun yang membaca tulisan ini bisa menghargai perjuangan mereka. Yang keluarganya sedang berjuang di negeri orang bisa lebih memetik pelajaran dari semua itu, bisa mengelola dengan baik, dan bisa menjadi harapan ia yang sedang berada jauh di negeri orang itu untuk kehidupan perekonomian yang lebih baik. 

Dan jika yang membaca adalah para pemegang kekuasaan negeri tercinta Indonesia, negeri yang kaya raya, negeri yang seharusnya makmur, benar-benar memikirkan nasib-nasib rakyatnya, tidak hanya ribut rebutan kekuasaan mengatasnamakan rakyat, sehingga tidak ada lagi rakyat Indonesia yang harus menjadi korban kebiadaban bangsa lain, menjadi kacung bagi bangsa lain, tetapi bisa makmur di negeri yang kaya raya ini. 

Semoga... semoga... dan semoga... Itulah doaku untuk Indonesiaku, untuk rakyat Indonesiaku, untuk para BMI-ku, dan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Keep the spirit alive, no matter what.

0 Response to "Mengadu Nasib di Negeri Orang Tidak Selalu Seindah yang Dibayangkan"